Bagi Anda pecinta kuliner, barangkali sudah tak asing dengan sebuah warung makan dengan merek Ayam Gepuk Pak Gembus. Pasalnya, warung makan yang identik dengan tenda berwarna kuning ini sedang digemari dan telah tersebar hampir se-Nusantara. Dibalik suksesnya warung makan ini, ada Ridho Nurul Adityawan yang lebih dikenal sebagai “Pak Gembus”.
Perjalanan Ridho Nurul Adityawan dalam dunia bisnis terbilang inspiratif. Pasalnya, ia sendiri bukan berlatar belakang keluarga pebisnis. Ridho bahkan harus merasakan pahit saat pertama kali menjalankan bisnis. Dan menariknya, ia pun mempelajari skema bisnis franchise secara otodidak demi dapat membesarkan bisnisnya.
Perjalanan Ayam Gepuk Pak Gembus yang terbilang sukses ini bisa dijadikan inspirasi untuk mengembangkan bisnis Anda. Bagaimana ceritanya, simak dibawah ini.
Setelah lulus dari D3 Politeknik Universitas Diponegoro, Semarang, Ridho Nurul memulai karirnya sebagai karyawan swasta disebuah perushaan batu bara di Kalimantan. Perjalannya karirnya kemudian berlanjut ke 2 perusahaan swasta berbeda selama lebih kurang 3 tahun.
Selama lamanya bekerja itulah Ridho Nurul Adityawan selalu menyisihkan gajinya. Tujuannya hanya satu, sebagai modal membuka usaha. Modal awal sebesar 19 juta rupiah pun berhasil dia kumpulan. Angka yang sebetulnya tergolong kecil untuk memulai sebuah usaha. Namun keinginan Ridho untuk membuka usaha telah bulat dan panas bagikan api yang menyala di kompor gas.
Setelah berbagai persiapan dilakukan, Ridho pun berhasil membuka warung makan Ayam Gepuk Pak Gembus yang pertama. Tenda dan lapak seluas 3 x 3 meter di Jalan Pesanggrahan, Jakarta Barat menjadi saksi awal perjalanan bisnis Ridho Nurul.
Tabungan sebesar Rp 19 juta yang dimiliki Ridho rupanya belum cukup untuk membuka sebuah warung makan kaki limanya saat itu. Sebab ternyata ia membutuhkan modal lebih besar, yakni Rp 23 juta. Modal itu digunakan untuk membeli gerobak, peralatan memasak, bak cuci piring, meja dan kursi. Dan untuk memenuhi kekurangannya, terpaksa Ridho harus meminjam kamera teman satu kosnya untuk digadaikan kemudian.
Namun rupanya bukan keuntungan yang didapatkan Ridho saat mulai menjalankan bisnisnya, melainkan buntung yang menderanya. Baru sekitar tiga bulan bisnisnya berjalan perputaran uang Ridho sudah tersendat. Pasalnya, dalam sehari Ridho hanya mampu menjual 3 ekor ayam.
Sepinya warung makan telah membuat pusing pikiran Ridho. Pasalnya ia sendiri masih dibebani utang. Bahkan hal itu membuatnya tak sanggup membayar cicilan motornya sebelum kemudian ia harus ikhlas motornya ditarik leasing.
Mendapati bisnisnya tak kunjung membaik membuat Ridho mulai frustasi. Api semangatnya dalam menjalani bisnis mulai mengecil layaknya api di kompor minyak. Bahkan Ridho terpaksa harus menjual satu per satu aset pribadinya demi menutupi biaya operasional warungnya yang merugi. Ia mulai menjual laptop dan kamera miliknya.
Seperti halnya pebisnis lain, semangat Ridho untuk terus berjuang kadang kala harus meredup dan berkobar. Layaknya api yang goyah saat diterpa angin. Tapi pepatah “usaha tak akan membohongi hasil” sudinya benar terbukti dalam kehidupan Ridho.
Setelah sempat terseok-seok saat kali pertama membuka warung makannya, titik terang pun menjumpa Ridho di bulan ke-enam bisnisnya berjalan. Konsumen mulai berdatangan dan memadati Ayam Gepuk Pak Gembus. Perlahan Ridho pun mampu menjual 12-13 ekor ayam per hari.
Mulanya Ridho sama sekali tak mengerti dengan skema bisnis franchise. Ridho baru tahu istilah franchise saat salah seorang pelanggan setianya berniat hendak mejadi mitra bisnisnya. Mendengar itu tentu membuat Ridho senang bukan kepalang. Ia pun meminta waktu kepada pelanggannya yang bernama Dhani untuk mempelajari skema bisnis franchise lebih dulu.
Pria kelahiran Magelang, 29 Januari 1988 ini pun memilih berselancar di internet untuk mencari tahu mengenai seluk beluk bisnis franchise. Melalui internetlah ia pun mempelajari seperti apa bisnis franchise secara otodidak.
Menjalani bisnis franchise tentu tak mudah. Pasalnya, franchise lebih menekankan kepada sistem bisnis yang mengharuskan pemilik franchise ikut bertanggung jawab pada perkembangan bisnis mitranya. Sebab turunnya penjualan mitra dapat berdampak pada penurunan pesanan bahan baku juga. Ibaratnya, si pemberi franchise harus memastikan sistem bisnisnya sudah jernih layaknya air mineral, bukan sekeruh air di bak cuci piring.
Tentu berbeda dengan sistem keagenan yang bisa saja memberlakukan sistem jual putus. Misal, saat kita mengambil keagenan produk kompor gas atau kompor minyak, maka kerugian bila produk tak habis terjual hanya dirasakan oleh kita.
Namun rupanya Ridho sudah sangat yakin untuk menjalankan bisnis franchise setelah berselancar di internet. Tanpa ragu, setelah meminta waktu Ridho pun bersedia memberikan kemitraan franchise Ayam Gepuk Pak Gembus kepada Dhoni.
Keputusan Ridho untuk segera mewaralabakan ayam gepuk pak gembus rupanya tak salah. Pasalnya, setelah diwaralabakan bisnisnya kian melesat tajam. Kini Ayam Gepuk Pak Gembus sudah memiliki 462 cabang se-Asia Tenggara. Bahkan kini warung makannya bisa menghabiskan 110 ekor ayam dalam sehari atau 12 ton ayam untuk seluruh cabang. Selain itu, kini Ridho telah memiliki 38 karyawan di kantor pusat dan 600 karyawan total dari seluruh cabang.