Sejak awal peradaban, manusia sudah mulai mengenal api, yang digunakan untuk mengolah bahan makanan mentah menjadi matang. Namun, saat itu penggunaan api hanya dengan cara sederhana.Bangsa Timur yang kemudian diketahui lebih dulu mengenal tungku. Sekitar tahun 221 SM, atau pada jalan Dinasti Qin di Cina sudah dikenal tungku api. Pada masa itu, tungku api dibuat dari tanah liat. Hingga akhirnya seorang chef berpengalaman menciptakan kompor minyak. Simak ceritanya dibawah ini.
Sedangkan di Jepang, pada periode Kerajaan Kofun di abad ke-3 sampai abad ke-6, sudah dikenal kamado. Kamado dibuat setinggi lutut orang dewasa, berbentuk persegi, dan berfungsi untuk mengurung api di satu titik. Terdapat lubang untuk menaruh panci di bagian atasnya. Bahan bakar berupa kayu atau batu bara dimasukkan dari lubang bagian depan. Keberadaan kamado terus bertahan, bahkan berkembang hingga periode Kerajaan Edo pada tahun 1603 – 1867.
Penduduk Eropa pada abad pertengahan masih memasak secara terbuka, menggunakan kayu bakar. Kemudian berkembang dengan pembuatan lantai yang lebih rendah untuk memasak. Penduduk Eropa juga mengenal perapian sebagai sarana memasak. Perapian dibuat dari tumpukan batu yang disusun setinggi pinggang orang dewasa. Perapian dilengkapi dengan cerobong asap. Panci untuk memasak diletakkan persis di atas api, digantung dengan tiang atau penyangga berkaki tiga. Posisi panci bisa dinaikkan atau diturunkan, untuk mengatur panas sesuai dengan kebutuhan.
Meskipun tungku api, dan perapian sudah cukup memadai sebagai sarana memasak, namun masih memiliki banyak kekurangan. Tungku, dan perapian tidak bisa mengontrol frekuensi api, api tidak dapat menyebar dengan rata, dan asap yang ditimbulkan lebih banyak, yang kemudian mengakibatkan polusi udara. Hal ini juga menyebabkan dapur menjadi pengap, dan tembok dapur menghitam.
Tungku, dan perapian masih terus digunakan, hingga muncul kompor minyak. Kompor minyak pertama kali dikenalkan oleh Alexis Soyer pada tahun 1849. Ini adalah kompor bertekanan udara yang dicampur dengan minyak tanah. Setelah itu muncul kompor minyak dengan versi berbeda, yaitu kompor yang tidak bertekanan, karena menggunakan sumbu kompor.
Kompor minyak jenis ini dilengkapi dengan tempat penampungan minyak tanah di bagian dasarnya. Sumbu kompor berfungsi sebagai pengatur api, sekaligus menjadi indikator jumlah minyak tanah yang masih tersisa.
Kompor minyak umumya terdiri dari beberapa bagian, yaitu badan kompor, tabung, sumbu, tempat sumbu, sarangan, dan tarikan. Tabung berada di bagian dasar, berfungsi untuk tempat penyimpanan minyak tanah, sebagai bahan bakar. Tabung minyak disambungkan dengan tempat sumbu tepat di bagian atasnya.
Tempat sumbu terdiri dari beberapa lubang kecil melingkar yang menjulang ke atas. Sumbu dipasang di lubang-lubang kecil, dengan bagian bawah memanjang hingga menyentuh tempat minyak, dan bagian atas menyembul sedikit sebagai tempat nyala api. Sumbu-sumbu yang menyembul di bagian atas dikelilingi dengan sarangan, untuk menjaga nyala api tetap stabil, dan tidak mudah padam jika terkena hembusan angin.
Sarangan sendiri terbagi menjadi 3 bagian. Bagian dalam, dan tengah berfungsi untuk mengapit sumbu, sekaligus menjaga sirkulasi api, agar warna api tetap biru, sehingga tidak menimbulkan jelaga pada peralatan masak yang digunakan. Sedangkan sarangan bagian luar tertutup rapat, dan biasanya dibuat dari bahan yang lebih tebal dibanding bagian lainnya. Bagian kompor minyak yang terakhir adalah tarikan. Tarikan berfungsi sebagai sarana pengendali api. Dengan tarikan ini, nyala api bisa dibesarkan atau dikecilkan.
Keberadaan kompor minyak pada masa itu dinilai jauh lebih baik, karena penggunaan kompor minyak tidak menimbulkan banyak asap seperti pada penggunaan tungku. Kini, kompor minyak telah bertansformasi menjadi kompor berbahan aluminium yang lebih aman, kuat dan tahan lama.